Memasuki
dunia baru, memang menjadi tantangan tersendiri dari perjalanan hidup
kita. Kebetulan beberapa waktu lalu, diminta kawan-kawan KMIK (Keluarga
Mahasiswa Islam Kehutanan) UGM untuk berbicara dalam momen syukuran
wisuda periode November 2011. Dan pagi ini, setelah pulang sholat shubuh
di mushola, duduk dekat pintu yang mengadap ke timur, sambil mengamati
Mas Anjar (tetanggaku penjual bubur ayam yang baik hati) ngasih makan
ayam-ayamnya, kucoba menuliskan pendapat. Silakan, bisa dilanjutkan
membacanya. Jangan lupa, dimulai dengan senyuman... :)
Satu
tahun yang lalu, Alhamdulillah aku juga menjadi bagian dari mahasiswa
yang merayakan momen syukuran itu. Dan sekarang, aku harus duduk,
berbicara terkait masa pasca kampus kepada kawan-kawan seperjuangan,
kakak angkatan dan juga adik angkatan. Dan biasanya yang duduk
memberikan wejangan adalah para Bapak yang sudah puluhan tahun
meninggalkan dunia kampus. Sedangkan aku, baru saja belum genap satu
tahun lepas kampus.
Ingatan segarku menembus waku, tanggal 15
Oktober 2010 pukul 14.00 WIB sidang skripsiku yang berjudul
“Konduktivitas Panas Empat Jenis Kayu dalam Kondisi Kadar Air yang
Berbeda” sedang “didadar”, hee… kayak telur aja…
Dan bulan
November 2010 jadwalnya bagi kami, tapi Allah berencana yang lebih baik.
Erupsi Merapi menjadikan wisuda kami ditunda hingga bulan Februari
2011, tapi tak mengapa, impianku yang lain, “menikah” sebelum wisuda
Alhamdulillah diberikan jalan kemudahan. Jadi ya… ketika wisuda, kalau
yang lain dihadiri orang tua, asyiiik, sudah ada bidadari yang menemani
dan menanti di bawah tangga Graha Sabha Pramana UGM sambil menggenggam
setangkai mawar putih. Lebih tepatnya bidadariku tidak sendirian, sudah
ada Chayra kecil yang berumur 2 bulan di rahimnya. Indahnya, semoga
hamba tidak termasuk orang yang lalai akan berjuta nikmat Mu…
Eh, malah keterusan curhatnya. Harus dihentikan. Bisa kebuka semua
kartunya As nya…back to right topic ! Stop romantisme wisuda… saatnya
berkarya di dunia nyata!
Selepas hiruk pikuk dunia kampus,
dimulailah perjuangan sebenarnya. Banyak kawan yang berbagi cerita
kepada ku, dan akan kurangkai dalam satu bundel cerita. Kita semua yang
belum atau sudah angkat koper dari kampus, akan benar-benar meninggalkan
kampus yang kita cintai dengan begitu banyak kesenangan di dalamnya.
Ada yang menemukan masa-masa jiwa aktivisnya meledak, jiwa sosialnya
begitu menghujam atau masa-masa belajar tanpa beban ekonomi (bagi yang
masih tega menengadahkan tangan kepada orang tua, hee). Dan kesemuanya
itu akan ditinggalkan, atau lebih tepatnya “diuji” dengan kehidupan
nyata.
Banyak kawan yang kemudian mengalami masa-masa GALAU.
Aku tidak tahu, dari mana istilah ini muncul dan apa artinya. Tetapi
dikit-dikit kata ini muncul di berbagai status update Facebook atau
Twitter. Semoga kita tidak termasuk dalam bagian jamaah Galau. Padahal
GALAU juga mempunyai arti yang bagus juga, GALAU (God Always Listening
AND Understanding), terlepas mana yang benar, heee.
Kali ini kita
akan berdikusi pada sisi GALAU yang sering diomongi ABABIL. Apaan lagi
tuh?? Berarti bisa digabung, ABG Labil GALAU :)
Ujian Eksistensi Diri
Dunia pasca kampus justru sangat menantang untuk kita jalani, karena eksistensi kita akan diuji.
Pertama, tidak usah terlalu takut melangkahkan kaki. Bekal yang harus
kita miliki adalah “karakter diri”. Dimanapun kita berada, ketika
karakter diri kita sudah kuat, pasti tidak akan terbawa arus dunia
hedonisme yang dulu barangkali tidak kita temui di kampus. Dan
beruntunglah bagi kawan-kawan yang ketika masa kuliah banyak mengikuti
berbagai organisasi kampus. Disitulah karakter diri ditempa dan dicetak
dengan sebaik mungkin. Muncul manajemen diri yang baik, tanggungjawab
yang tinggi dan kepekaan sosial yang luas.
Dan ingatlah,
ketika sudah memasuki dunia kerja, jarang yang akan mengingatkan kita
ketika sedang khilaf, kecuali diri kita yang mempunyai alarm untuk
mendeteksinya. Tidak ada yang sering SMS tausiyah, atau SMS pengingat
kalau yang kita lakukan kurang tepat, atau teguran langsung ketika kita
sholat jamaah di masjid kampus terlambat. Semua mungkin akan menghilan
kawan…
Kedua, ketika mulai bekerja harus menjaga “4
Keseimbangan Hidup”. Keseimbangan hidup itu adalah rohani, keluarga,
pekerjaan dan sosial. Tidak dapat ditawar-tawar lagi lho ya.. Keempatnya
harus dijaga keseimbangannya. Kondisi rohani harus dijaga sebaik
mungkin. Sholat fardhu harus tetap dijaga, syukur bisa berjamaah.
Puasa-puasa sunah bisa kita jadikan benteng untuk meredam berbagai macam
nafsu ketika melihat gemerlap dunia luar. Dan lagi, rohani bisa dijaga
dengan berkumpul dengan orang-orang sholeh. Bagi yang ketika mahasiswa
bergabung di kelompok-kelompok ngaji (halaqoh), wajib dilanjutkan. Dan
puji syukur, ketika bekerja kita dapat tetaap membina dgn baik.
# G.A.L.A.U pasca WISUDA ? #
[diambil dari kakak pembina Ku dr UGM]
sharing cerita.com :D :D
Oleh: Windy Kukuh Jezter
0 komentar:
Posting Komentar